Wednesday, May 13, 2015

CMO DALAM JERATAN DILER


Komisi bagi CMO ibarat buah simalakama jika keadaan aplikasi sedang sepi dan hampir tidak ada penjualan dari seluruh kenalan sales dealer atau makelar showroom yang didatangi. Padahal target setiap bulan tetap harus terpenuhi dalam kondisi apapun pasar di depan, mau lesu atau ramai, akhirnya kompromi-kompromi sedikit dengan pihak dealer atau showroom menjadi jalan terakhir yang harus dipilih. Tetapi bukan berarti harus melanggar semua aturan main perusahaan, hanya jika kondisi lapangan mendukung dan satu-satunya jalan adalah modifikasi aturan agar pengajuan aplikasi bisa lolos hingga pimpinan regional. Modifikasi bukan berarti manipulasi data nasabah tetapi mengondisikan persyaratan dan kategori terpenuhi tanpa menyimpangkan data riil pada nasabah. Disanalah komisi menjadi balas jasa sebanding dengan hasil kerja yang sedikit hati-hati dan waspada agar tidak terkena audit. Keberuntungan bagi CMO yang lolos angsuran 6 bulan pertama tanpa keterlambatan sehari pun dan sebaliknya siap-siap menjadi orang yang dipanggil pihak audit internal untuk mempertanyakan “kompromi-kompromi cantik” itu benar tidaknya. Dunia leasing atau finance pada kurun tahun 1996 an ketika pemain industri finance masih sedikit dan dapat dihitung dengan jari, posisi CMO di mata sales dealer dan makelar showroom lebih dihargai dan benar-benar dibutuhkan untuk penjualan kendaraan roda empat seluruh dealer. Posisi tawar yang lebih tinggi dan dicari membuat seluruh sales dan makelar berebut dan mengiba-iba pada seorang CMO untuk memproses aplikasi dan mengondisikan agar dsetujui. Betapa hebatnya posisi itu sampai seorang sales yang sejahtera dan bermobil harus melayani CMO ketika survey dan menemani CMO bepergian kemanapun. Bila perlu diantarkan ke tempat nasabah dan mentraktir makan siang di restoran setelah pulang survey untuk mengegolkan hasil survey. Tidak jarang jurus uang bensin atau komisi besar dikeluarkan untuk mempercepat pengajuan. Di berbagai daerah seperti luar jawa dan pulau bahkan harus memakai pesawat terbang atau kapal laut untuk menuju rumah nasabah karena memang daerah tempat kerja CMO di kawasan pulau-pulau kecil. Hal ini biasa terjadi pada kantor cabang di daerah kepulauan sumatera utara, riau, kalimantan dan sulawesi yang luas. Saat ini posisi CMO di mata sales dealer atau makelar showroom berbanding terbalik ketika perusahaan-perusahaan leasing atau finance tumbuh bak jamur diberbagai daerah dan kabupaten, persaingan pun terjadi tidak sesama jenis finance tetapi sudah merambah pada koperasi simpan pinjam, bank syariah dengan turunannya semacam BPRS,BMT serta bank-bank umum konvensional sudah mulai merambah produknya pada kredit kendaraan bermotor roda empat (mobil). Banyaknya alternatif pilihan perusahaan finance dengan CMO nya masing-masing, membuat pihak dealer atau showroom leluasa menawarkan aplikasi-aplikasi nasabahnya pada perusahaan finance (pembiayaan) yang tersebar dan menjadi langganan kerjasamanya. Bahkan sebagian dealer seperti setengah memaksa dan tidak jarang mengancam akan memutuskan kerja sama bila tidak disetujui aplikasinya. Industri leasing atau pembiayaan kini bak jualan kacang semakin laris dan ramai dengan bermunculan perusahaan-perusahaan baru yang lebih menjanjikan dan menawarkan paket kredit yang mudah dan menguntungkan bagi dealer dan nasabah. Tidak jarang persaingan tidak sehat antar perusahaan terjadi seputar pecairan pokok hutang yang semakin besar dan diatas harga normal atau pasar yang beredar. Penilaian harga mobil yang di atas standar harga membuat posisi perusahaan finance menjadi dibawah dealer dan lemah untuk memproses aplikasi. Karena sekarang kondisi berbalik, antar perusahaan finance saling berebut aplikasi dari dealer untuk memasukan dan memprosesnya. Akhirnya yang terjadi strategi segala cara di tempuh perusahaan finance untuk mengikat hati dan aplikasi dari dealer, muncul istilah refund dimuka atau sistem ijon dealer. Yaitu semacam komisi dealer yang dibayarkan di muka sebagai ikatan kerjasama untuk wajib memberi aplikasi setiap bulannya di target sesuai besarnya jumlah dana yang dibayarkan. Praktek sistem ijon menjadi tren andalan perusahaan finance untuk menutup dan memenangkan pertarungan antar perusahaan dalam hal perolehan target aplikasi kantor cabang. Semakin besar jumlah dana yang ditawarkan semakin banyak diminati dealer meskipun harus memutus ijon yang sudah berjalan dengan perusahaan finance lainnya. Misalkan sebuah perusahaan finance memberi ijon sebesar 150 juta untuk target 2 tahun sebuah dealer harus memasukan aplikasinya setiap bulan minimal 8 nasabah pada satu perusahaan finance tanpa terkecuali. Prioritas pemberian aplikasi pada satu perusahaan itu telah berjalan lama. Dalam prakteknya ijon berakibat buruk pada stabilitas dan produktifitas kesehatan perusahaan, berdasarkan evaluasi internal perusahaan. Dealer-dealer yang mengikat ijon dengan perusahaan kontribusi aplikasi yan ditargetkan tidak sebanding dengan besarnya ijon yang diterima.

No comments:

Post a Comment